Tuesday 2 December 2014

"Aku Sangat Menyukainya"

“Kau menyukainya?” tanya gadis yang sedang berdiri di depanku ini, alisnya berkerut. Sudah kesekian kalinya dia melontarkan pertanyaan itu.

“Seperti yang sudah pernah kubilang, aku sangat menyukainya.” Aku berusaha agar terdengar santai. “Namun perasaanku belum sampai seperti yang pernah aku rasakan terhadap-nya.”

Tidak ada jawaban lagi dari gadis itu. Entahlah, mungkin dia tak mempercayaiku. Saat pertama kali aku diharuskan untuk jujur menjawab pertanyaan itu di depan semuanya, aku juga menjawab seperti tadi; “Aku sangat menyukainya, namun belum sampai seperti yang dulu aku rasakan terhadap-nya.” Dan aku sungguh jujur. Aku tidak menjaga gengsi atau semacamnya. Aku memang menyukainya. Sangat menyukainya.
Bahkan sekarang rasa sukaku telah bertambah.

Saturday 23 August 2014

Do Not Say "This Sucks"


"The worst obstacle in life is a bad attitude.  Remember, it’s not what happens to you, but how you respond to what happens to you.  You can’t let one bad moment spoil a bunch of good ones.  Don’t let the silly little dramas of each day get you down.  Smile, even when it feels like things are falling apart.  Smiling doesn’t always mean you’re happy; sometimes it just means you’re strong.

Likewise, do not let the negative opinions of others derail you.  Throughout your life you will meet two kinds of people: those who are a drain on your energy and try to derail your dreams, and those who give you the energy to pursue your dreams.  Ignore the first kind and cherish the second.  People that doubt, judge, and disrespect you are not worth your time and attention."

cr: Marc and Angel Hack Life

Saturday 9 August 2014

-

.
.
.
.
.
.
"I'm just...
tired."
.
.
.
.
.
.
...That's all.

Saturday 19 July 2014

-

Something...

is...


happening...



in...




my...





stomach.






It's been three days.
...the pain.

Saturday 5 July 2014

Once Upon A Time at the Mosque

Kiamat sudah semakin dekat. Semakin hari, pengaruh setan menjadi semakin kuat secara nyata; buktinya telah aku saksikan sendiri.

Kemarin malam, di Masjid Al-Hikmah, sebuah masjid di dekat rumahku, saat aku, Mama dan para jamaah lainnya sedang melakukan salat sunah Tarawih (setelah menyelesaikan raka'at ke 18), salah seorang wanita paruh baya tiba-tiba berseru; nada tidak senang terdengar jelas di suaranya, "ngantoookkk". Seketika itu juga mata para jamaah lainnya, termasuk aku, menoleh ke arah sang suara. Aku tidak tahu sosok yang mana yang baru saja mengatakan itu, selain karena faktor mataku yang rabun, wanita itu juga sepertinya tertutupi oleh jamaah-jamaah lainnya. "Panjang-panjang kali pun ayatnya, sampek ngantok orang," serunya lagi.

Aku terkejut mendengarnya. Hatiku mencelos. Aku merasakan seperti ada sesuatu yang tiba-tiba meninju ulu hatiku.

Wednesday 2 July 2014

The Calm and Quiet

Sudah memasuki hari keempat puasa. Di tengah bahagianya orang-orang yang bergembira menjalani hari-hari di bulan Ramadhan ini, aku masih saja diliputi sedih. Aku belum berhasil mendapatkan rasa yang disebut ketenangan.

Bulan ini, bulan yang mengobral pahala berkali-kali lipat, bulan yang membelenggu para makhluk yang tidak diinginkan manusia, bulan yang menerapkan berbagai kebaikan dalam diri, seharusnya bisa kujadikan sebagai sebuah kesempatan untuk memperbaiki diri; fisik maupun mental. Namun, jangankan untuk memasuki proses memperbaiki, kerangka niatku saja masih belum selesai dengan sempurna.

Mengapa hati ini sulit sekali untuk bersih?

Aku ingin sekali mengetahui bagaimana rasanya ketenangan itu saat aku sedang berhadapan dengan Tuhan-ku. Aku malu karena aku hanya bisa meminta namun aku tak pernah benar-benar menginginkannya; tak pernah tulus saat memohon pada-Nya.

Dia tahu.

... Aku bukan orang sebaik itu.


P.S.:
Rasa sepi itu kembali berada di sini, menemaniku menulis ini.

Thursday 26 June 2014

'Sayang'

"Assalamu'alaikum, Sayang..." Sakura mengucapkan salam penutup.
Laki-laki di seberang sana tertawa. "Wa'alaikumsalam..."

Untuk sesaat setelah sambungan telepon terputus, Sakura merenung. Dulu, saat pertama kali menerima telepon dari laki-laki itu, Sakura lah yang tertawa saat laki-laki itu mengucapkan kata 'sayang' itu; laki-laki itu nengucapkannya dengan selingan kata candaan yang membuat Sakura geli mendengarnya. Dan sesaat barusan, Sakura lah yang berganti melakukannya dengan ringan, menghiraukan bahwa kata panggilan itu mungkin saja menjadi sangat berarti bagi yang mendengarnya. Namun tanpa diduga, Sakura dapat menangkap nada canggung dari laki-laki itu setelah Sakura mengucapkannya.

Sakura menerka-nerka; rasa penasarannya menjadi lebih besar dari sebelumnya, 'apa dia benar-benar menyukaiku?'

Thursday 5 June 2014

...

Headsetnya hilang lagi.
Aku terpuruk lagi.
Dimana mau mencari headset seperti itu lagi?

Sunday 4 May 2014

Unfulfilled Promise

Ah, aku baru teringat akan satu hal. Satu hal yang mungkin akan selalu aku harapkan dan akan selalu menetap di pikiranku.

... Yaitu janjinya untuk menemuiku.

Dia mengatakan bahwa dia akan memenuhi permintaanku untuk menjelaskan segala hal yang menurutku belum jelas, walau baginya tidak ada yang perlu dan penting untuk dijelaskan. Jadi dia berjanji untuk datang ke rumahku (karena dia tidak ingin bertemu di luar).

Hari demi hari telah berlalu.
Kami tak kunjung bertemu.

Hahaha...

Story of His Life

"...The story of my life
I give her hope
I spend her love
Until she's broke
Inside..."

(One Direction - Story of My Life)

He should've sang this for me. Hahaha...

Friday 2 May 2014

Nggak Malu?

"Masak dia bawak truk ke kampus," ujarku pada adikku saat kami berdua sedang menonton Twilight: New Moon di kamar. Adegan saat itu adalah Bella turun dari truk yang baru saja diparkirkannya.
"Iya, masak dia nggak malu..." respon adikku.
"Iya..."
"Sama kayak yang naek becak gara-gara keretanya digembok, nggak malu,"
"Jiahahahahaha!"

Memang lah si Pani ini. -_-

Wednesday 23 April 2014

Will I See You Again?

Hi, Sayang, selamat tengah malam. Apa yang sedang kaulakukan sekarang? Aku melihat Facebook-mu sedang online. Oh tenang saja, aku tidak senekat itu untuk menyapamu sekarang. Aku tidak ingin mengusik ketenanganmu.

Dua hari telah berlalu sejak kau tak lagi menginjak tempat itu. Sepi. Aku merasakan sepi yang lebih. Padahal sudah hampir tiga minggu aku tidak melihatmu, bahkan sedari saat kau masih ada di sana. Kita berada di tempat yang sama, gedung yang sama, namun selama hampir tiga minggu itu aku sengaja menjauh agar kau tidak melihat sosokku. Semuanya lari dari rencana. Aku sebelumnya ingin memuaskan batinku untuk memandangmu sesering mungkin sebelum kau pergi. Namun beberapa hal telah terjadi, membuat keinginanku memudar. Aku tak lagi berlama-lama menantikanmu keluar, tak lagi berusaha untuk melihatmu. Hal itu kulakukan dengan memegang keyakinan bahwa nanti kita pasti akan bertemu lagi. Dan kenyataan bahwa kita menginjak area yang sama serta menghirup udara yang sama membuatku semakin ringan menjalankannya.

Monday 21 April 2014

-

Aku lelah. Rasanya hidupku semakin tak bertujuan. Fokusku belum juga kembali. Apapun yang ingin kulakukan tak pernah tersampaikan.

Berat. Hal-hal yang seharusnya tak menjadi beban terasa sangat menyiksa pundakku. Aku melemah, aku semakin melemah.

Aku sudah mencoba melakukan semua yang kupikir akan membuatku melupakan. Aku sudah berusaha untuk tidak terlalu bermanja-manja pada keterpurukan. Aku juga selalu berusaha untuk bersikap biasa, tidak menunjukkan adanya luka. Namun semua itu tetap tak berguna.

Sunday 20 April 2014

Tutup Botol

"Kelen dua bersaudara jugak?" tanya Bu Lela padaku saat beliau, aku dan Bela sedang mengobrol di ruang tamu rumah mereka.

"Iya, Buk," jawabku.

"Cewek jugak dua-duanya?"

"Iya..."

"Sama berarti ya... Itu si Dedek tiga bersaudara, anak paling kecil, cowok semua."

"Oh abang itu bungsu?"

Friday 18 April 2014

A Painful Dream

Semalam aku bermimpi buruk lagi. Tentang salah satu teman laki-lakiku di kampus.

Kami sedang duduk berdua, berbicara akrab. Kami seperti sudah berteman dekat, padahal kenyataannya aku tidak seakrab itu dengannya. Kami mengobrol lama. Saat langit sudah gelap, aku berpamitan dengannya. Kami saling melambaikan tangan. Dan saat aku sudah berjalan menjauh dari tempatnya berdiri, aku masih melihatnya, dia masih melambaikan tangannya. Saat itulah hal buruk itu terjadi. Secercah sinar kuning lebar muncul menyinari dirinya dari belakang, membuatnya menjadi siluet. Sekuat tenaga aku ingin berteriak...

... namun mobil itu sudah lebih dulu menabraknya.

Aku terdiam. Aku tak tahu harus berbuat apa.

Dia tertabrak.

Wednesday 16 April 2014

Forgetting

Life has a way of going in circles. Ideally, it would be a straight path forward––we'd always know where we were going, we'd always be able to move on and leave everything else behind. There would be nothing but the present and the future. Instead, we always find ourselves where we started. When we try to move ahead, we end up taking a step back. We carry everything with us, the weight exhausting us until we want to collapse and give up.

We forget things we try to remember. We remember things we'd rather forget. The most frightening thing about memory is that it leaves no choice. It has mastered an incomprehensible art of forgetting. It erases, it smudges, it fills in blank spaces with details that don't exist. But however we remember it––or choose to remember it––the past is the foundation that holds our lives in place. Without its support, we'd have nothing for guidance. We spend so much time focused on what lies ahead, when what has fallen behind is just as important. What defines us isn't where we're going, but where we've been. Although there are places and people we will never see again, and although we move on and let them go, they remain a part of who we are.

There are things that will never change, things we will carry along with us always. But as we venture into the murky future, we must find our strength by learning to leave things behind.

(Brigid Gorry-Hines)

Sunday 13 April 2014

Slow...ly

"I am taking this in, slowly,
Taking it into my body.
This grief. How slow
The body is to realize
You are never coming back."

 ▬

Friday 11 April 2014

Make It or Not

"... Bulggogi! Kalok udah liat iklan itu gilak ingat si Kaka aja Pani," ujar adikku saat dia sedang sibuk mengerjakan tugas Bahasa Jepang nya dan aku sibuk online di hp. Aku tertawa.
"Nggak ngerti tu pasti," katanya karena aku tidak berkata apa-apa.
"Ngerti... Ngerti..."
"Liat iklan itu, kuingat dia~" dia bernyanyi dengan suara false-nya. Aku terkekeh. "Liat Justin Bieber, kuingat dia~"
"Justin Bieber? Serius?" tanyaku meragukan bahwa dia teringat anak itu kalau melihat Justin Bieber.
"Iya..."
"Ah, Kakak aja nggak sampek segitunya,"
"Liat serigala, kuingat dia~"
"Gyahahahahahaha... Buat status itu! Eh, tapi kakak aja lah yang buat. Tapi jangan serigala lah, nampak kali. Oh--Twilight! Siapa nama pemeran si Taylor itu? Eh, maksudnya nama peran si Taylor," kataku dalam keadaan terjungkang-jangkeng (?)
"Jacob. Jangan Twilight lah, kan bukan khusus serigala itu, itu vampir..."
"Siapa nama panjangnya Jacob? Iya lah buat status itu lah," kataku, tidak menghiraukan nasihatnya. Lalu aku mulai bertanya pada Om Gugel tentang nama lengkapnya si Jacob.
"Nggak tau Pani," jawabnya sambil melanjutkan tugasnya.
Beberapa lama kemudian aku kembali bertanya pada adikku, "Yakin, Pan, kakak buat status itu?"
"Kenapa enggak?"

Hah~ Sampai sekarang aku belum memutuskan untuk membuat status itu atau tidak.

Buat, tidak, ya?

Tuesday 8 April 2014

Early Rise

Pagi ini aku terbangun di jam setengah 6. Entah apa yang membuatku bangun secepat ini. Padahal hari ini ujian; di hari kuliah biasa saja aku bangun jam 7.

Aku terbangun dengan headset masih menempel di kedua telingaku. Setelah mematikan pemutar lagu, aku melihat jam, lalu membatin, 'cuma tidur 3 jam...' tapi aku tidak mengantuk.

Apa ini termasuk hal normal...bagiku?

Monday 7 April 2014

The Attentive Gaze

Pukul 1.40 AM. Aku masih terjaga. Mataku masih segar menatap layar hp, dan tanganku masih belum lelah mengotak-atiknya. Sembari mendengarkan lantunan lagu-lagu yang mengalir lewat wayar headsetku, aku melakukan apa yang bisa aku lakukan di hp, seperti SMS-an dan BBM-an. Aku sedang SMS-an dengan teman cowokku, dan BBM-an dengan teman cewekku.

Di sela-sela itu, beberapa saat lalu, aku tiba-tiba terpikir akan orang yang aku sedang SMS-an dengannya itu. Ingatanku terbawa ke saat aku sedang menangis di depan rumah seseorang. Aku berjongkok di sudut teras rumah itu, dan temanku itu juga berjongkok tepat di depanku. Saat itu aku sedang gundah, bingung akan apa yang harus dilakukan, frustrasi. Satu-satunya yang dapat aku lakukan adalah menangis; mengeluhkan apa yang sedang aku rasakan.

Sunday 6 April 2014

I am Not

Ia bangun setiap pagi dengan keinginan untuk melakukan segalanya dengan benar, menjadi seseorang yang baik dan berarti, menjadi sesederhana yang terdengar, dan setidakmungkin apapun itu, menjadi bahagia.

Dan di setiap harinya hatinya akan turun dari dadanya ke perutnya.

Di sore hari ia dikuasai oleh perasaan bahwa tidak ada yang benar, atau tidak ada yang benar bagi dirinya, dan oleh keinginan untuk sendiri.

Di malam hari ia merasa puas, sendirian di dalam besarnya rasa sedihnya, sendirian di dalam rasa bersalahnya yang tak berarah, sendirian bahkan di dalam rasa sepinya.

Wednesday 2 April 2014

Fear and Guilt

Mama membelikanku tas baru. Jenis yang sama (tas ransel) dan warna yang sama (coklat), hanya modelnya saja yang berbeda. Yang baru ini tidak ada penutup tasnya, dan aku kurang suka modelnya. Tapi bukan itu yang kupermasalahkan. Mama bersikeras menyuruhku untuk menggunakannya.

Kalian tahu... Trauma itu masih tertancap dalam. Aku takut, seolah-olah kejadian malam itu akan terjadi lagi dengan mudahnya. Saat aku menyampirkan tas ini di punggungku, seperti tergores sesuatu, hatiku terasa sakit. Adegan itu kembali terputar di kepalaku, beberapa kali. Rasanya batinku belum siap untuk mengizinkan diriku memakai tas ini.

Kalian pasti berpikir bahwa aku ini berlebihan, kan? Hanya kejadian seperti itu saja tidak bisa diikhlaskan.

Maaf, seperti inilah aku. Mengikhlaskan saja aku belum mampu, apalagi melupakan. Bukan masalah harga, tapi masalah ingatan. Ingatan itu terus memberiku bayangan akan rasa takut...

... dan rasa bersalah.

Mengapa kehilangan itu begitu menyakitkan?

Tuesday 1 April 2014

Kimi... Hansamu

Sayang, kamu tau nggak... Aku suka liat cowok make jas. Di mataku, cowok yang lagi make jas itu keliatan keren, karena jas itu bisa nutupin kekurangan dan nambah hal plus si pemake. Apalagi jasnya warna item. Yang badannya kurus jadi keliatan berisi dan tegap, yang badannya gemuk jadi keliatan proporsional. Jas juga bisa buat nyamarin kulit yang gelap (kayak body lotion :v), apalagi yang make jas itu orangnya putih, wih... bisa ngiler-ngiler adek liatnya, bang.

Jadi, kenapa aku tiba-tiba cerita begini? Karena waktu itu aku ngeliat kamu, Sayang. Kamu lagi make jas. ^^ Kamu make jas item, dasi, dan kacamata. Sumpah demi masa depan kamu, aku bener-bener pangling ngeliat penampilan kamu begitu. Ah, aku nyesel waktu itu aku langsung pergi pas temen kamu manggil kamu buat aku. Seharusnya aku bisa ngeliat kamu lebih lama di situ.

Kamu yang notabenenya bertubuh tinggi jadi keliatan tambah tinggi. Postur kamu jadi tegap, proporsional gitu. Wajah kamu keliatan berseri. Apalagi kamu make kacamata, kamu terkesan cerdas dan pekerja keras. Selain jadi dokter, ternyata kamu cocok juga jadi pria kantoran. Manajer, mungkin? Hahaha...

Sayang, aku suka sekali ngeliat kamu berpenampilan begitu. Mungkin bukan cuma menurutku. Aku yakin, cewek-cewek lain yang ngeliat pasti juga berpendapat gitu. Buktinya, pas ngeliat foto kamu dengan penampilan itu, temen-temenku bilang kamu ganteng, bahkan pake 'kali'. Hahaha...

Well, intinya, aku mau bilang...

... Sayang, kamu tampan.

Kapan kamu pake jas dan kacamata lagi?

P.S.:
Aku lagi duduk di City Ice Cream Palladium. Sendirian. Tanpa teman. Okai. Akurapopo.

Monday 31 March 2014

The Laugh

Aku sudah hafal banyak hal tentangnya; yang ada pada dirinya. Terutama senyumnya. Hal yang satu itu telah menjadi kajian dalam kepala dan hatiku. Namun ada satu hal tentangnya yang aku belum tahu. Tawanya.

Mungkin aku sudah pernah mendengar dia tertawa dan ternyata aku lupa. Tapi aku benar-benar tidak tahu dan tidak ingat bagaimana bentuk tawanya. Yang aku tahu selama ini hanyalah tawanya yang berbentuk tulisan di chat atau SMS.

Jadi, saat itu, aku dan dia berada dalam satu ruangan. Kami berada dalam jarak yang cukup dekat, hanya sebuah meja panjang yang menjadi pemisah di antara kami. Dia sedang mengobrol bersama yang lain.

Aku memperhatikannya.

Saat itulah aku kembali mendengar tawanya untuk pertama kalinya. Akhirnya aku dapat mengetahui bagaimana dia tertawa; suaranya, jenisnya, tinggi rendah nadanya, dan durasinya. Saat dia tertawa suara bass-nya terdengar lebih tebal. Volumenya sama seperti saat dia berteriak. 'Kalimat' tawanya adalah "aha-ha-ha". Mulutnya terbuka lebar, matanya menyipit sampai menyisakan garis. Karena pembawaannya yang tidak bisa diam, dia seperti tersentak saat tertawa.

Tuhan, aku menyukai tawanya.

Dalam waktu yang berbeda di hari itu, aku telah dua kali mendengar dia tertawa. Tawa yang aku yakin ikhlas, seikhlas senyumnya. Tawa yang--istilahnya--hanya dapat kudengar seumur hidup sekali. Tawa yang tidak akan pernah terjadi karena aku.

Tuesday 25 March 2014

Everything is Mumetting

Mumet. Mumet. Mumet.

Semuanya rumit. Semuanya bikin mumet. Rasanya otakku penuh ketombe; gatal, tapi nggak bisa digaruk. Terlalu banyak hal yang numpang tinggal di dalam otak ini, mulai dari yang penting original sampe yang penting KW super. Sekali lagi, semuanya bikin mumet.

Otak yang terbagi jadi tiga bagian ini udah dapat tugasnya masing-masing buat nampung pikiran-pikiran tak bertanggungjawab itu. Masalah karir dan keuangan di sebelah sini, masalah kesehatan di sebelah sini, masalah asmara di sebelah sini. Ah, aku nggak cocok kerja di air.

Sakitnya, masalah-masalah yang jadi pikiran itu nggak nyadar diri buat cepat minggat dari otakku. Udahlah otak ini ROM-nya cuma 125 MB dan RAM-nya cuma 45 MB... Ya sering heng gini jadinya, apa-apa nggak bisa proses. Dipaksa loading malah ngelag terus mati sendiri.

Dan tragisnya, ketika pikiran yang satu minggat, pikiran baru muncul buat gantiin. Kayak angkot, satu orang turun di gang ini, di simpang sana orang lain naik. Nggak pernah lengang ini otak.

Udah nyoba ngusir ini pikiran satu per satu, tapi nggak bisa, pikirannya malah malah membelah diri kayak amoeba.

Jadi makin gatal ini otak. Pake sampo apa lah ini biar ilang gatalnya.

Mumeeettttt, Rabb... Mumeeeeetttttttttttttt!

Wednesday 19 March 2014

Takut

Aku takut melupakanmu. Menghilangkanmu dari pikiranku sama sekali bukan perkara mudah. Aku sudah mencapai titik lelahku dalam usaha untuk melupakanmu. Maka sekarang aku tak lagi punya niat untuk itu. Aku akan membiarkan bayang-bayangmu menghuni kepalaku, terus.

Aku takut hari-hariku tak lagi berwarna jika aku tak lagi mempunyai rasa terhadapmu. Menyukaimu tidak selancar apa yang aku duga dulu. Aku pikir aku telah menjadi sosok idamanmu, yang hanya perlu membalas rasa sukamu padaku. Ternyata kenaifanku terlalu jauh. Namun aku tak pernah menyesal karena telah jatuh padamu. Sedalam apapun aku jatuh, segelap apapun harapanku, dan sesakit apapun keadaanku, aku tak lagi ingin menghapus sosokmu, karena kau lah semangatku dalam menjalani hari. Mengingatmu, membahas tentangmu, dan melihatmu; tiga hal itu lah yang menjadi pemacu terkuat mood-ku dan alasan terbesar di balik setiap senyumku. Kalau aku tidak mempunyai rasa padamu, mungkin hari-hariku di kampus akan menjadi datar seperti sebelum aku mengenalmu.

Friday 14 March 2014

"Move On,"

"Caranya ngelupain dia gimana?"
"Move on,"
"Udah dicoba, tapi masih belom bisa,"
"Cari kesibukan, cari yang lain,"
"Bukannya sombong, tapi banyak yang ngedeketin, yang nembak... Nggak saya terima."
"Kenapa? Gara2 dia?"
*ngangguk* "Haha..."
" Ya ampun... Jangan diharapkan lagi dia itu, nggak bener orangnya,"
"Hahaha... Otak sih mau, tapi hati nggak mau,"
"Adaaa aja..." *nggeleng sambil nyengir*
"Nggak pernah ya jumpa cewek kayak saya?"
"Enggak," *nyengir lagi*
"Kasian ya saya? Hahaha..."
"Dia nya yang nggak berperasaan,"
"Hahaha..."

Tuesday 4 March 2014

Saingan

"Adekmu cewek apa cowok?"
"Cewek,"
"Kelas berapa?"
"Kelas satu,"
"SMP atau SMA?"
"SMA, eh SMK deng,"
"Esss... SMK, Ndut,"
"Hei, udah nggak usah dipromosin."
"Bisa lah ini ya~"
"Kenapa? Kau mau sama adekku? XD"
"Aku mau sama kakaknya... :3"
"Oh, mau sama kakaknya? :3"
"Ah payah lah, saingannya anak SMA,"
"Wokwokwokwokwokwok... XD"

Ih lucu memang Babang Aulia ini. Ngegemesin banjeeettt~~~ Nanti aku cubit ya kalo jumpa! ╰( ̄▽ ̄)╭

P.S.:
Aku jadi teringat "Dina Cup". XD

Minggu, 2 Maret 2014.
Sekitar tengah malam.
LINE Phone Call.

Kantin

Hah~ Lagi-lagi begini.

Seharusnya sekarang aku ada di kelas; duduk di deretan ke dua paling ujung dekat jendela, dengerin atau sekedar ngeliatin dosen ngomong, dan berjuang hidup-hidupan ngelawan kantuk sampe jam selesai. Tapi sekarang aku malah ada di kantin; duduk di deretan ke enam, seorang diri, nyentuh-nyentuh layar hape, dan menjadi saksi bisu siswa-siswi Harapan yang lalu lalang memenuhi kantin.

Kenapa aku nggak masuk kelas?

Bukan kok, bukan bolos atau cabut.

Sebuah Senyuman Lagi

"Itu dia,"
"Mana?"
"Itu..."
"Mana sih?"
"Itu dia, itu."
"Oh iya..."

Kali ini kau tak berjaket.Lengan bajumu tetap tergulung hingga siku. Kau berjalan di sisi sana, tertutupi oleh temanmu; selalu.

Kesegaran itu selalu terasa setiap mataku merekammu. Mengabadikan setiap pergerakanmu, mulai dari gaya berjalan sampai gaya berbicara.

Aku mendorong tubuhku untuk mendekat. Memperkecil jarak agar kau semakin jelas.
Awalnya aku menyangka kau tak akan melihatku, seperti biasanya, namun saat aku tak sedikitpun memalingkan pandanganku darimu, kau menyadariku. Mengenali sosokku, mengetahui aku ada di situ.

Thursday 27 February 2014

Hari Ini

Sayang, pagi ini, dengan langkah ringan kau muncul di titik fokusku.
Ceria, namun tetap dengan tatapan sayu dan wajah yang tak tertarik akan kehidupan; seperti biasa.
Tak bisakah kau berekspresi lebih sering?

Sayang, aku mendapatkan pantulan penuhmu.
Mahkota yang terlihat lebih segar, coklat tan yang memesona, gulungan lengan, dan alas berpijak.
Hal-hal itu telah kusimpan rapi.

Sayang, kau di sana, aku di sini.
Kau berlari, aku terdiam menyaksikan.
Kau bersemangat, aku sumringah.

Monday 24 February 2014

'Temu Kangen'

"Ih, susah bukanya,"
"Mau dibantuin? Jangankan untuk buka tas abang, buka hati saya pun saya mau."
"Bisa mati aku. Mati..."

Itu dia sepenggal kepala, eh, sepenggal percakapan antara aku dan temenku sebagai penutup acara nongkrong kami di McDonald's tadi, pas dia lagi nyoba buka tasnya buat masukin laptop.

Tadi, mulai dari jam 7 lewat sampai jam setengah 11, aku dan dua orang temenku (eh emang kita temenan ya? :v ) duduk-duduk di sana. Ya... mungkin bisa dibilang acara 'temu kangen'. Ya... Bisa jadi, bisa jadi.

Awalnya temenku yang namanya kami samarkan menjadi Aulia (32 tahun) ngsms aku semalam, nanyain aku ada waktu apa enggak hari ini buat ketemu, aku ya terkejut kayak di sinetron, membatin 'Ih, masuk angin apa anak ini tiba-tiba ngajak kencan? :v'. Ya aku langsung 'ngge, ngge...'. Ternyata dia ngajak temennya, jadi kami kencan bertiga. Lalu disetujui lah bahwa pertemuan akan diadakan di sebuah tempat menyadap WiFi yang bernama McDonald's.

Wednesday 19 February 2014

Selalu Seperti Ini

Selalu.

Selalu seperti ini ketika aku terkalahkan oleh rindu.

Wajah yang sama, ekspresi yang sama. Fisik yang sama, gerak-gerik yang sama. Sikap yang sama, sifat yang sama.

Namun mengapa aku tetap tak berpindah?

Kau berlalu di depanku tanpa memandang. Berjalan cepat dengan sorot mata yang tak menyenangkan. Aku tahu, Sayang, ketidaksukaan dari matamu tersirat karena kau menyadari aku ada di sini. Aku tahu itu.

Aku memang berada di tempat ini sedari tadi. Duduk di seberang taman dimana kau tadi bermain bola kaki bersama teman-temanmu. Mengawasimu dari jauh, kuusahakan agar kedua mataku tetap fokus mengunci sosokmu.

Thursday 6 February 2014

Thank You

Indah.
Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan pendapatku tentangmu saat aku menatap kedua matamu.

Kau sedang berceloteh saat itu. Di atas sebuah bangku panjang, di suatu tempat, kita berdua duduk saling berhadapan. Kau mengenakan kaos hitam berlengan pendek yang biasa kaupakai. Rambutmu yang telah kaupangkas terlihat rapi dan segar di mataku. Dengan wajah yang berseri-seri kau berbicara, menceritakan hal entah apa yang sama sekali tak dapat kuingat sampai sekarang. Tatapan matamu tetap sendu. Sembari berbicara, kau memandang bergantian ke arahku dan arah lain.

Kau dan aku, aku dan kau. Kita. Berdua.

Ya... Berdua.

Thursday 16 January 2014

Love is Crazy, Eh?

I was looking at your face while you were chattering. No words was caught by my ears though, as your face was more exhalarating to record. It was like... I would never lose my chance to see your face as close as possible. Love is crazy, eh?

Monday 13 January 2014

...

Aku lupa sudah hari ke berapa ini.

Beberapa hari kecuali hari ini aku merasa senang. Bahagia, lebih tepatnya. Aku melalak bersama orang kak Wulan, mendengar cerita mereka tentang malam tahun baru tanpaku, menemani Widia berlatih untuk lomba pidato bahasa Jepang, menggosipkan seseorang dari sesuatu dari yang penting sampai yang tidak penting, dan semacamnya. Aku dapat tertawa dengan ikhlas saat bersama mereka.

Sampai pada semalam, saat aku keluar untuk malam mingguan lagi yang rasanya sudah lama tidak aku lakukan. Pergi melihat lomba pidato di Dharmawangsa (sayangnya Widia tidak menang), lensa baru kamera Sensei, karaoke lagu-lagu galau di Happy Puppy dengan Sensei sebagai investor terbesar, dan Kak Wulan yang sedang galau karena cowok. Itu semua sangat membangkitkan gairah hidupku yang sempat menurun drastis. Saking semangatnya, aku melupakan bahwa aku belum bebas.

Semalam aku ingin sekali datang cepat untuk latihan di Lapangan Merdeka, jadi aku meminta Hafizh untuk datang cepat ke sana; menemaniku. Namun ternyata aku tidak mendapat kunci untuk keluar sebentar dari penjara ini. Sesaat kemudian aku melihat kelam hidupku kembali lagi padaku. Aku kembali kehilangan pengetahuan tentang gunanya menjalani hidup.

Aku tertidur dengan pakaian saat aku akan pergi latihan tadi, dan terbangun di jam 7.

Perasaan bersalahku kepada Hafizh dan yang lainnya sedang menari-nari di benakku. Aku yakin mereka sudah malas untuk berhubungan denganku.

Dan aku sudah memutuskan untuk melakukan hal yang sebelumnya telah terlintas di pikiranku.

Aku berharap semoga tidak ada hal yang akan memperburuk keadaan, ...

... dan semoga hidupku tidak bertambah buruk.

Thursday 9 January 2014

The Confused High Schooler

"Pinggir ya, Pak." Angkot yang aku naiki pun berhenti di simpang Joshua.

"Pancing, ya?" Aku mendengar suara seorang laki-laki saat aku turun dari angkot. Dan ternyata sang pemilik suara itu adalah seorang murid laki-laki berpakaian SMA yang sedang bertanya pada supir angkotku. Sepertinya anak itu Chinese.

"Aksara," Sayup-sayup kudengar si supir menjawab.

Setelah aku membayar ongkosku dan angkot itu pergi, aku menyeberang jalan. Sudah sampai di seberang, aku melambatkan jalanku. Ah, aku kepikiran anak sekolah itu.

Aku berbalik badan untuk melihatnya. Dia berdiri di sana, mengawasi jalan, terlihat gelisah. Pasti dia tidak tahu angkot apa yang melewati Jalan Pancing. 'Apa kuberitahu saja, ya...' batinku.

...

Hari kesebelas.

Hari ini aku tiba di rumah jam 8 malam. Haha... Aku tidak tahan akan godaan untuk bepergian.

Jadi setelah kelas selesai, aku pergi ke sekolah. Bersama Hafish dan yang lainnya aku duduk-duduk di kantin dan di KFC Medan Mall.

Namun selama di luar tadi, rasa takut tetap tidak pergi dariku.

Walaupun begitu, aku senang bisa bercengkerama lagi dengan mereka.

Rasanya sudah begitu lama aku tidak tertawa dengan ikhlas.

Tuesday 7 January 2014

Life isn't That Bad

Mulutmu harimaumu.

Siapa yang belum pernah mendengar peribahasa ini? Peribahasa--sangat--terkenal yang--sangat--sering terucap dari mulut makhluk yang bernama manusia. Yang pernah mengucapkan maupun yang belum pasti sudah tahu artinya.

Mulut adalah alat indera yang salah satu fungsinya adalah untuk berbicara. Organ yang diperlukan adalah lidah, karena tanpa lidah mulut tidak dapat berfungsi dengan semestinya.
Harimau adalah salah satu hewan liar yang ganas. Liar dan ganas berarti berbahaya.
Jadi, jika disatukan, artinya berarti: apa yang dihasilkan mulutmu (dalam hal ini adalah pembicaraan) dapat membahayakanmu.

Namun, walaupun peribahasa itu termasuk peribahasa papan atas, di dunia ini masih banyak manusia yang belum bisa mengendalikan mulutnya, belum bisa mengendalikan lidahnya, belum bisa mengendalikan kata-katanya. Mereka masih terbiasa berbicara tanpa disaring terlebih dahulu. Mereka tidak memikirkan baik buruknya kualitas kata-kata yang mereka ucapkan, tidak memikirkan apa kata-kata itu akan berakibat baik atau buruk.

...

Hari kesembilan.

Alhamdulillah, hari ini aku merasa seperti kembali bisa menghirup udara segar setelah sekian waktu menghirup udara tidak segar. Libur telah usai, aku kuliah lagi! Hooray!

Walaupun aku masih ingat bahwa aku masih berstatus sebagai tawanan, aku dengan santainya melakukan aktivitas favorit yang disebut melalak setelah kelas selesai tadi.

Uhm... Melakukan laporan harian seperti ini rasanya agak memuakkan bagiku. Kalau aku dipenjara sampai aku tamat kuliah nanti, beratus isi blog ini hanya berisi hal menyedihkan yang tidak jauh-jauh dari ini. Merepotkan.

P.S.: Aku ketiduran sewaktu mengetik post ini. Seharusnya dipublish jam 1 lewat, eh malah pagi ini takdirnya.

Monday 6 January 2014

...

Hari kedelapan.

Aku bangun agak cepat hari ini: jam 12. Padahal aku kurang tidur karena aku baru bisa tidur jam setengah 7 pagi. Sesuatu sukses menggerogoti pikiranku. Target tidur lebih cepat ternyata tidak tersampaikan.

Hari ini, setelah aku menyaksikan satu cerita FTV, aku melanjutkan tidurku yang tidak cukup di jam 3 sampai jam setengah 6. Untunglah aku sedang halangan, jadi tidak diperbolehkan menghadap Allah.

Setelah bangun, aku melakukan kegiatanku sehari-hari yaitu bercengkerama dengan hape dan tv.

Hah~ Aku tidak latihan lagi hari ini. Aku terpaksa membuat anak klub latihan tanpa aku. Pasti mereka merasa diPHPin.

Dan mama berkata-kata, "Keluar lah, Kak, hari ini... Nggak ke lapmer Kakak memangnya?" Aduh, Mama... Aku tidak mau mati sekarang.

Sunday 5 January 2014

...

Hari ketujuh.

Aku bangun jam 2 loh~ Haha.

Hari ini aku seperti lupa bahwa aku sedang dipenjara. Tahu kenapa? Aku 'bersenang-senang' di dunia maya. Maya selalu bisa melarikan manusia dari kenyataan. Satu harian aku memegang hape ini. Kasihan hapeku... T_T

Oh iya, mama lagi-lagi menyuruhku keluar. "Ngapain di rumah?" katanya. "Menjalani hukuman," Ingin kujawab begitu, namun tidak akan ada gunanya.

Saturday 4 January 2014

...

Hari keenam.

Hari ini aku terbangun saat mama masih ada di rumah, berarti aku terbangun di bawah jam 10. Dan ya, seperti biasa, aku kembali tidur, sampai akhirnya aku terbangun jam setengah 3. Luar binasa, ya? Padahal aku berhasil tidur dengan cepat (bukan tidur cepat) tadi malam yaitu jam 2-an.

Aku tidak terlalu bermuram durja hari ini, selain karena hari sudah sore saat aku bangun, aku juga bisa menghabiskan waktuku dengan menonton tv yang sudah 'kembali'.

Aku juga sudah ringan untuk bercanda. Fesbuk ku ramai lagi setelah aku mengganti foto profil.

Jam 7 malam aku tidur; aku drop lagi karena mama. Jam 10 nya aku bangun. Dan sekarang aku penasaran, jam berapa aku akan tertidur nanti?

Friday 3 January 2014

...

Hari kelima.

Aku sudah kembali berada di kamar ini. Artinya: aku bermuram durja lagi.

By the way, aku merasakan mood burukku perlahan memudar. Aku mulai bisa menghadapi hariku seperti biasanya. Bebanku tentu masih terpahat jelas di pikiranku, namun aku sedang berusaha untuk tidak memolesnya.

Aku merasa tidak enak hati terhadap orang-orang yang menyapaku; karena batinku yang sedang tidak enak ternyata berpengaruh pada gaya berkomunikasiku. Mungkin sebentar lagi aku akan kembali ringan untuk berinteraksi.

Walaupun hari esok entah bagaimana buruknya, aku harus bisa menghadapinya. Mama can do it, why not me? I am her daughter, so there's nothing else can explain more than 'Like mother like daughter'.

Semangat ya, Dina.

Thursday 2 January 2014

...

Hari keempat.

Sekarang pukul 1.18 am. Seperti biasa, aku belum bisa tertidur. Masih banyak hal yang lengket di pikiran. Lagipula di sini dingin sekali. Terakhir kali aku merasa tangan dan kakiku beku itu tahun lalu, tepatnya tanggal 3-sekian Januari.

Aku bisa sedikit beriang hati saat ini, karena hari ini sampai besok aku tidak berada di kamar itu. Aku bebas. Walaupun sementara.

Yah, setidaknya bebas...

...sementara.

Wednesday 1 January 2014

...

Hari ketiga.

Hari ini aku terbangun jam 12, tapi aku teringat bahwa tadi pagi aku baru bisa tidur jam 5 lewat, jadi aku kembali melanjutkan tidur sampai jam 1. Saat bangun, otakku langsung memproses informasi tentang tanggal hari ini. 31 Desember. Malam tahun baru. Batinku seketika mati kembali. Tidak ada yang akan aku lakukan malam ini.

Mereka di luar, aku di dalam. Mereka bebas, aku terpenjara.

Aku memainkan hp. Hp lemah, aku mencoba melakukan hal lain. Membaca komik Naruto yang sudah berkali-kali kubaca atau sekadar golek-golek untuk melamun. Di setiap lamunan aku menangis. Rasanya aku akan gila.

Saat aku mengecek hpku yang sedang dicharge, aku melihat fotonya yang sedang bertugas sebagai wallpaper. 'Kalau-kalau aku gila nanti, apa dia mau mengunjungiku?' batinku.

Hatiku sakit. Sakit sekali. Aku tidak pernah merasakan penderitaan yang sesakit ini sebelumnya. Aku bahkan berpikir untuk bunuh diri. Aku gila, kan?

Tiga hari ini aku kebanyakan mendengarkan musik, kupingku jadi pegal, dan entah berapa banyak kuman yang sudah bersarang di kedua kupingku. Hpku juga aku isi 2 kali dalam sehari karena tidak ada yang lebih bisa membunuh waktu daripada benda ini. Kasihan hpku. Tapi lebih kasihan aku, kan? ^^

Bagi siapapun yang membaca ini, aku ingin memberi tahu.

Aku tidak ingin berbohong.

Aku di sini tidak baik-baik saja.

P.S. :
Aku sedang dalam perjalanan ke Siantar. Tidak ada kursi 3, jadi Mama duduk terpisah dari aku dan Pani, 2 kursi di depan kami. Dan ada seorang ibu berbaju kuning duduk di tangan kursi tempat Pani duduk.