Monday 7 April 2014

The Attentive Gaze

Pukul 1.40 AM. Aku masih terjaga. Mataku masih segar menatap layar hp, dan tanganku masih belum lelah mengotak-atiknya. Sembari mendengarkan lantunan lagu-lagu yang mengalir lewat wayar headsetku, aku melakukan apa yang bisa aku lakukan di hp, seperti SMS-an dan BBM-an. Aku sedang SMS-an dengan teman cowokku, dan BBM-an dengan teman cewekku.

Di sela-sela itu, beberapa saat lalu, aku tiba-tiba terpikir akan orang yang aku sedang SMS-an dengannya itu. Ingatanku terbawa ke saat aku sedang menangis di depan rumah seseorang. Aku berjongkok di sudut teras rumah itu, dan temanku itu juga berjongkok tepat di depanku. Saat itu aku sedang gundah, bingung akan apa yang harus dilakukan, frustrasi. Satu-satunya yang dapat aku lakukan adalah menangis; mengeluhkan apa yang sedang aku rasakan.



Temanku memperhatikan. Dia berusaha sebisanya untuk menenangkanku. Rasa sakit yang sedang menjalar di diriku membuatku tak ingin memandangnya. Aku berkeluh-kesah padanya, mengatakan apa yang muncul di pikiranku, tanpa menyadari bahwa apapun yang aku katakan tak akan berpengaruh apapun. Lalu, saat aku terdiam karena lelah menangis dan berkata-kata, dia memalingkan wajahku dengan tangannya. Aku menatapnya. Ternyata dia menatapku, tepat di mata. Aku melihat matanya. Dan saat itu juga aku mengetahui satu hal; dari caranya menatapku, raut wajahnya...

...dia mengerti penderitaanku.

Di matanya, aku seolah melihat proyeksi gambaran kejadian yang menciptakan rasa sakit bagiku. Rasa sakit yang mungkin juga mengalir ke dirinya, yang membuatnya harus berpikir keras bagaimana dia harus bersikap.

Sebelumnya aku tak pernah menangis seperti itu di depan seorang laki-laki. Mengoceh tidak jelas, menyalahkan keadaan, menunjukkan kesedihan yang tak dapat kutahan. Dia menyaksikan, dan dia mengerti.

Uhm... Aku ingin berterimakasih padanya. Tapi cukup di sini saja, karena aku pasti akan disebut terlalu melankolis jika aku mengucapkannya secara langsung.

Yeah, aku berterimakasih atas tatapan matanya saat itu. ^^

Ah, ya sudahlah, sudah pukul 2.48 AM. Mataku sepertinya sudah meredup.

P.S.:
Semoga dia tidak senyum-senyum karena membaca post ini. -_-

No comments:

Post a Comment