Written on
Thursday, 7 February 2013
Great.
Really great.
Hapeku ilang. Sebenarnya bukan resmi hapeku sih, tapi hape itu salah satu hape papaku yang dijadikan sebagai cadangan, istilahnya "siapa yang mau pake, pake." Jadi orang yang terakhir pake itu aku, buat nyimpan SIM card-ku yang satu lagi.
Sialnya... I've lost it.
Tadi siang sekitar jam 2 lewat, aku bersiap-siap mau pergi ke sekolah, mau jumpa sama kak Wulan buat pergi ke Pajus. Seperti biasa aku selalu bawa dua hapeku, satu Nokia, satu Nexian. Nah, yang Nokia aku simpan di tas, yang Nexian-seingatku-aku simpan di kantong celana. Aku turun (kamarku ada di lantai atas) dan make sepatu. Aku nggak ingat deng apa aku megang yang Nexian sampe aku turun ke bawah atau Nexiannya udah aku simpan di kantong. Terus, aku keluar. Aku nyetop angkot lalu duduk di dekat pintu. Nggak berapa lama angkotnya jalan, di depan sekolah Sutomo angkotnya berhenti, terus ada kakek-kakek bawa kantong plastik kresek naik dan duduk di sebelahku. Di simpang jl. Merbabu, kakek-kakek itu mau buang ludah ke pintu, jadi aku mundurin badan. Sampe di sekolah, aku duduk di ruang tamu. Pas mau ngeluarin hape buat nanya kak Wulan udah dimana, aku nggak nemuin hapeku di kantong. Aku periksa di kantong lain, tetap nggak ada. Aku periksa di tas, nggak ada juga. Mau miskol, tapi hape Nokia nggak ada pulsanya. Aku coba ngingat-ngingat, siapa tau ketinggalan di rumah pas aku lagi pake sepatu. Mau nelpon adik yang lagi di rumah, ugh, nggak ada pulsa. Akhirnya aku mutusin buat nunggu kak Wulan. Beberapa menit kemudian kak Wulan datang, aku pinjam hapenya buat miskol hapeku. Aktif, tapi nggak diangkat. Ditelpon beberapa kali, tetap nggak diangkat. Aku pun nelpon adikku. But what the hell is she doing?! 18 kali nelpon nggak diangkat-angkat. Hah.. mungkin dia tidur.
Masih dengan kebingungan mikirin hape dimana, kami pun berangkat ke Pajus. "Cobak carik dulu di rumah, mungkin memang ketinggalan," said Kak Wulan. Alright, semoga.
Di depan Cathay, aku ngisi pulsa.
Jam 5 sore, sekeluar dari Pajus, di Ayam Penyet Jakarta, aku kembali nelpon adikku. Setelah 2 kali percobaan, barulah muncul suara "halo".
"Pan,"
"Apa?"
"Cobak dulu liat hape kakak ada tinggal nggak?"
"Hape yang mana?"
"Yang Nexian..."
"Dimana?"
"Di dekat tudung saji, di meja bawah. Cobak liat dulu,"
"Iya bentar," (ngecek)
"..."
"..."
"Ada?"
"Nggak ada..."
"Di atas?"
"Ntar,"
"..."
"Nggak ada jugak,"
"Lho jadi dimana... Cobak miskol dulu dari hapemu, ada nggak. Begetar kakak bikin,"
"Iya iya..."
"Gimana? Ada?" tanya kak Wulan sambil nyobelin ayam.
"Nggak ada kak..."
"Wayo... gimana itu..."
Di angkot (dalam perjalanan pulang), hape Nexian tak seberapa itu terus nyembul di pikiranku, bolak-balik kayak model yang lagi catwalk. Sambil masang ekspresi layaknya di video klip lagu galau, aku berdoa semoga hapenya ada di rumah.
Sampe di rumah, aku langsung nyari ke meja tudung saji, dan... yeah, ternyata adikku nggak nipu, bangkai hapenya memang nggak ada. Aku pun sekali lagi ngerogoh tasku, berharap hapenya tiba-tiba ada ntah gimana caranya. Ternyata dunia ini memang masih normal, dan hapenya memang nggak ada di tas. Aku pun naik ke kamar, usaha menggrepe-grepe tas-tasku yang lain, ternyata nggak ada. Aku pun ngecek ke meja komputer (adikku lagi main komputer), nggak ada juga. Aku langsung nanya ke adikku, "Tadi waktu ko miskol, aktif?" Dengan wolesnya dia jawab, "Nggak tau, orang Pani nggak ada pulsa kok."Teffel... Teffel... dalam hatiku.
Oh goatttttt! Where on earth my beloved hape gonnnneeeeee!!!
Kadar semangatku langsung turun drastis. I'm down.
Aku sama sekali nggak rela hape itu ilang... Alasannya, pertama, aku takut kena marah. Kalo aku bilang ke mama, pasti kalimat yang akan meluncur adalah "Makanya, jangan sukak kali narok hape sembarangan, di kantong pulak lagi! Udah berapa kali mamak bilang! Sekarang baru tau rasa kan! Hape itu jangan dipegang-pegang kalok lagi jalan! Bla bla bla bla bla......" Mama bakalan merepet sampe ngancurin semangat hidupku, tapi tanpa bisa ngebantu apapun. Kalo aku bilang ke papa, kalimat yang keluar bukan berupa repetan penghancur semangat hidup, tapi pendongkrak denyutan jantung yang buat sesak, seperti "Wah, hebat kali kelen ah. Ilang semua hape kelen buat, kayak murah kali dibelik. Nggak tau lagi aku bisa belik hape lagi atau enggak."
Kedua, kartu XL-nya... Banyak nomor hape yang masih belum aku salin ke kartu As-ku. Okai, mungkin nomor bisa diurus di XL Center. Tapi... SMS-SMS yang aku save di SIM memory ... berharga sekali nilainya....
Ketiga, 3 biji SMS dari 'dia' yang masih kusimpan, dan aku lupa apa aku udah mindahin SMSnya ke memori SIM apa masih di memori telepon. Ah, udah dipindahin juga nggak ada gunanya, toh kartunya ilang. Ya Tuhan... 3 SMS itu adalah SMS-SMS terakhir yang dia kirim ke aku.
Keempat, aku memang nggak rela kalo barang yang udah dekat sama aku itu ilang dariku. Siapa sih yang rela barangnya ilang? Ralat, siapa sih yang mau barangnya ilang?
Ya Allah... Apa ini salah satu hukuman atas dosa Dina yang udah numpuk kayak sampah tisu Dina?
Hah... Semoga aku bisa dapat hape yang sama buat nutupin. Malah lagi sasek...
No comments:
Post a Comment