Saturday 3 August 2013

Appeared on TV

Mwehehe... Udah baca judulnya, kan? Mwehehe... Tau artinya, kan? Mwehehe... Jadi... Mwehehe... XD *kebanyakan nyengir*

Aku masuk tipiii! Hoorayyy! Berhasil, berhasil, berhasil, hore! Louisimo (apaan...), berhasil!

Jadi ngene...

Hari itu, tanggal 26 Juni 2013, anggota Shiawase Japan Club menjadi salah satu pengisi acara di event APEC yang diselenggarakan di Gedung Serbaguna UNIMED. Event ini memberi kesempatan pada para wirausahawan/wati untuk memamerkan usahanya dengan mendirikan stand atau tenda. Nah, kebetulan, Shiawase disupport oleh salah satu peserta APEC yang mendirikan usaha accessories, jadi kami dapat bertengger di stand tersebut selama sehari tampil. Shiawase tampil dua kali; pada sekitar jam 1 siang dan jam 8 malam.



(There was a photo here)

Beberapa lama setelah penampilan pertama, tim dari Trans 7 lewat di depan stand kami. Pada awalnya kami tidak mengetahui tim itu dari acara apa. Ternyata tim itu berhenti dan mendekati anggota Shiawase yang kebetulan sedang menggosip di stand. Saat itu aku sedang... sedang apa ya... mungkin sedang beres-beres. Setelah beberapa saat, aku melihat para kawaii (5 orang anggota Shiawase) itu sudah berbaris membelakangi stand, menghadap kamera dan salah satu staff yang berbadan cukup buntel berdiri di depan mereka dengan BlackBerry di genggaman tangannya.

Indah, dengan dandanan Harajuku-nya, tiba-tiba berseru, "Eh ayok kita pegangin spanduknya, biar nampak Shiawase Japan Club-nya!". Kami bertiga (aQoeh cii imOetZ, Kak Wulan digit 2, dan Indah Bele) pun bergerak. Dan setelah grasak-grusuk saat membuka spanduk, akhirnya spanduk dan membentang dengan tangan kami bertiga yang menjadi pondasinya.

Para kawaii itu diberikan beberapa pertanyaan; dengan itu kami tahu ternyata Tim Trans 7 itu memegang acara "Tau Gak Sih?". Woah, ketauan deh digit 1 nya. Kkkkkk~ Dari balik spanduk yang membentang secara tak kokoh (karena Indah dan kak Wulan syelyalyu goyang-goyang atau bahasa Spanyol-nya 'lasak'), kami mendengar dengan saksama pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan, yah.. mungkin kami bisa bantu.. (bantu menyesatkan jawaban).

Beberapa menit telah berlalu, mereka pun selesai ditanya-tanya. Aku, Kak Wulan dan Indah menurunkan spanduk dan melipatnya. Senyum dan tawa berhamburan dari wajah kami dan para kawaii; entah itu karena mengetahui mereka akan tampil di TV atau karena stok ilmu pengetahuan yang sangat sedikit. Saat itulah, saat aku masih berkutat dengan spanduk yang sedang kulipat, staff berbadan buntel yang memegang BB, yang bertugas melontarkan pertanyaan, melemparkan pandangan ke arahku. Matanya melihatku seolah dia telah melakukan suatu penemuan besar seperti Archibald Witwicky yang menemukan tubuh Megatron. Kemudian, saat aku tak tau harus berekspresi bagaimana lagi selain nyengir, staff itu berkata─dengan tangannya yang mengibas-ngibas mengisyaratkan panggilan, "Kamu ... mau coba? Ayo sini,"

Aku menunjuk diriku sendiri dengan tangan yang bebas dari spanduk, "saya?"

"Iya, kamu, ayo coba sini,"

Suara-suara seperti "ciyeee," dan "ayok Dina, cobak!" menggelegar (?). Dengan cengiran yang semakin tak karuan, aku meletakkan spanduk yang telah terlipat dan menggumam, "Ketauan lah ini oon-nya,", lalu berjalan ke depan kamera.

Mereka tertawa seadanya. Lalu aku diberikan mic berlabel Trans 7, dan menggenggamnya. "Namanya siapa?" tanya Bang Buntel. "Dina," jawabku. "Udah siap, ya?"tanyanya lagi. Aku mengangguk. Beberapa detik kemudian aku berseru, "Bang, suaranya agak keras dikit ya, nggak nampak soalnya (maksudku di sini adalah aku tak bisa melihat pergerakan mulut Bang Buntel dengan jelas)," Bang Buntel pun mengiyakan. Dia memandang BBnya, dan kelihatannya siap untuk menanyaiku. Aku menunggu, memandang Bang Buntel dan camera-man beserta kameranya secara bergantian. Aku penasaran bagaimana wajahku saat ini: seberapa berminyak, seberapa kusam, seberapa dekil, seberapa lecek, dan seberapa banyak jerawat yang terpampang nyata, dan itu semua membuatku semakin tidak santai selain kekhawatiran apakah aku bisa menjawab pertanyaan. Ketika Bang Buntel mendongak dari BBnya dan melihatku lalu melihat BBnya lagi lalu kembali melihatku, dia berkata, "Mic-nya agak diturunin dikit ya,". Kembali nyengir, aku menurutinya; menyadari bahwa ternyata kepala microfon yang kupegang terlalu dekat ke mulut, menutupi daguku.

'Wawancara' pun dimulai. Seperti yang kuduga, pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan itu berlevel N2 kalau dalam tingkatan bahasa Jepang. Suseeehhhhh, sama susehnya seperti pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan kepada para kawaii tadi. Aku tak ingat semua pertanyaannya, yang kuingat adalah:
♦"bunga krisan itu melambangkan apa?" Aku mencoba berpikir sejenak, lalu menyerah ketika tak terpikr jawaban apapun dengan mengatakan, "Nggak tau lah, Bang...". "Coba aja jawab," desak Bang Buntel. "Ntah melambangkan persahabatan, kesetiaan, atau apa gitu...". Aku kembali berpikir, lalu memutuskan untuk mengambil salah satu contoh jawaban yang dibilang Bang Buntel. Kalau tidak salah aku menjawab kesetiaan, tapi entahlah, aku lupa aku menjawab apa.
♦"apa ritual yang biasa dilakukan untuk menyambut datangnya Ramadhan?", Aku juga menjawab "Nggak tau," sambil memamerkan gigi BlueBand. 
♦"kenapa pemandian itu disebut pemandian air soda?" Aku kurang ngeh, lalu bertanya, "apa, Bang?". Bang Buntel mengulangi dengan sedikit tergagap, "kenapa pemandian itu, pemandian itu disebut pemandian air soda?" Sebenarnya aku tetap tidak ngeh, tetapi agar tidak terlalu memalukan, aku menjawab, "Mungkin karena pengaruh... pengaruh..." Aku kesulitan mencari kata yang tepat untuk menggambarkan sesuatu yang panas dan mengeluarkan asap di gunung. "─belerang?" tanya Bang Buntel. "Iya, belerang!" seruku. "Yakin?" "Iya, yakin." Dalam benakku aku berkata, 'pasti jawabanku salah.'
♦"kenapa buah markisa dapat membuat tidur menjadi nyenyak?" Hahhh! Aku menyerah, aku menyerah! "Nggak tau, Bang." "Jawab apa aja coba..." Aku tetap teguh pendirian bahwa aku bahkan tau tahu harus jawab apa.
♦"tau shashimi, kan?" Aku mengangguk, "iya, tahu." "Nah, sashiminya orang batak itu apa? Sashimi khas batak..." Aku berpikir... dan satu jawaban─yang mungkin─konyol muncul di depan keningku. "Arsik!" "Yakin?" "Iya, yakin." Kkkkk~
♦dan beberapa pertanyaan lainnya yang aku tak ingat dan aku malas untuk mengingat-ingatnya.

Sesi 'kepo-nya Bang Buntel' pun selesai. Aku mengeluarkan sejumput (?) nafas kelegaan; akhirnya ke'oon'-anku tidak terlalu lama terkuak. Bang Buntel dan teman-temannya segera berkemas dan pergi meninggalkan stand kami dengan pertinggal "Makasih, ya...".

Sebelumnya, saat sesi para kawaii, kami telah bertanya kapan episode kami akan ditayangkan, dan Bang Buntel menjawab, "Bulan depan." Saat itu aku berharap episodeku tidak akan ditayangkan; mungkin mereka akan berpikir dua kali untuk menayangkan seorang gadis chanTiQue, imOetz, dan OenyOeh, tapi bloon. Ternyata ditayangkan juga. Aku baru menyadari bahwa orang-orang seperti aku lah yang mereka lebih butuhkan untuk membuat acaranya menjadi seru untuk ditonton. Nasib... Nasib...

Nah, setelah penantian panjang, akhirnya episode yang ada aku pun tayang pada tanggal 23 Juli. Sialnya, aku ketinggalan. -_- Jadi aku tak dapat menyaksikan betapa menggemaskannya (menggemaskan untuk ditabok) aku di layar kaca. Aku terus mencari videonya di internet, mengeceknya di youtube dan mytrans atau mencari di twitter, tapi tetap tak ada. Weleh... aku pun pasrah. Mungkin memang bukan takdirku untuk.menonton diriku sendiri. Namun, di tengah kegalauanku, secara mengejutkan dan mengagetkan dan men-shock-kan, Aylis mengupload gambarku yang sedang 'masuk tipi' ke fesbuk. Perpaduan antara shock, malu, gregetan, dan sejenisnya terasa di ginjalku saat melihat gambarnya. 'Poto macam apa iniiiiiiii??!!'

(There was a photo here)

Lihat wajahnya, seperti wajah orang yang sudah semalaman mengantri BBM sebelum harga BBM naik. Mic terlalu ke atas, rambut kembang tak karuan, dan sorot mata yang... errr...─lupakan. Dan lihat namanya! HANI. Oh goat, demi Eyang Tandus (kembaran Eyang Subur), aku tak ingat aku pernah mengadakan aqiqah untuk yang kedua kalinya. Padahal nama yang keluar dari kedua celah bibirku yang indah ini adalah de-i-en-a: DINA. Lalu bagaimana jalan dan cara dan strategi dan rahasia dan tips dan kiat suksesnya mereka membuat namaku menjadi Hani? Dina ke Hani. Di-na ke Ha-ni. Mungkin jika mereka membuat Hina, aku masih maklum (walaupun keliatannya nggak enak), karena masih dalam satu rima. Kkkkk... Nasib... Nasib... Nasib sayur, nasib uduk, nasib goyeng...

Hah, sudah, lupakan. Lupakan soal penampilan.

Ternyata, banyak orang-orang yang kukenal menyaksikan episode itu. Ada yang dari awalnya sudah menanti-nantikan (untuk ngetawain) dengan berpikir 'nonton ah, mungkin hari ini ada Kak Dina', ada yang saat menonton dia tidak yakin apakah itu aku atau bukan karena namanya berbeda, ada yang langsung yakin bahwa itu memang aku dan langsung nge-tweet dan mention, dan ada yang langsung yakin juga dan langsung memoto dan merekam langsung dari tipi (mantap kan, ada tiga kata 'langsung' dalam satu kalimat). Aku bertanya pada Dallas (karena hanya dia saksi mata yang kutemui─saat buka bersama hari itu) tentang bagaimana caraku menjawab, apa-apa saja jawaban yang aku keluarkan, dan apakah banyak yang tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberi. Dallas bilang dia geli sendiri saat menontonnya, karena di antara semua 'korban' yang ditanya, cuma aku yang diedit paling lucu, dan logatku saat itu sangatlah logat Batak (aku tak terima, aku mengoreksinya menjadi logat Medan, bukan logat Batak). Aku juga keseringan mengatakan "Nggak tau, Bang..." dengan logat Batakku. Tapi ada satu hal yang─alhamdulillah─membuatku sedikit tenang, yaitu bukan hanya aku yang tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya, tapi hampir semua 'korban'! Huahaha... *ketawa iblis* Hanya satu orang lah yang dapat menjawab salah satu pertanyaan. X)

Nah, sekarang, mari lupakan tentang hal tidak penting─yang dipaksa-paksakan untuk dibeberkan─ini. Eh tapi ada yang bilang mungkin aja ada produser film yang mau manggil aku setelah wawancara itu. Haha...ha. Jangan menghibur... *kibas-kibas tangan* Sampai pohon pisang kehilangan jantungnya pun itu tidak akan mungkin terjadi.

Well, that's all lah. Post yang satu ini panjangnya sudah seperti RUU Pengurusan Piutang Negara. Aku mengetiknya juga hampir beberapa hari (karena aku mengetiknya sebentar-sebentar saja~).

Jya, dadah. (dadah sama sopo...)

(There was a photo here)

No comments:

Post a Comment