Kau... Apakah kau tahu?
Apakah kau tahu
bagaimana perasaanku saat akhirnya aku dapat melihatmu lagi setelah beberapa
waktu? Kau berjalan melewatiku, tanpa pandangan, tanpa sapaan. Seperti biasa.
Ya, seperti biasa. Memang hanya aku yang merasakan betapa lamanya waktu
berjalan saat kehilanganmu, dan memang hanya aku yang masih penasaran akan
kehidupanmu.
Apakah kau tahu
seberapa mengertinya aku akanmu, sehingga aku mencegah diriku sekeras mungkin
agar aku tak berharap sedikitpun bahwa setidaknya kau akan memandangku saat kau
melihatku? Aku tahu hal itu tak akan terjadi bahkan sampai buah durian
kehilangan duri.
Apakah kau tahu
apa yang kulakukan setelah pertemuan kita yang tak kuharapkan itu? Aku mencari
tahu apa arti debaran di jantungku saat mataku menangkap sosokmu yang sedang
berdiri di sekitarku, padahal rasa kesal yang besar juga sedang mengitari
kepalaku karena melihatmu.
Aku membencimu,
kau tahu. Dan aku sudah mengatakannya padamu berkali-kali.
Temanku menyuruhku
berhenti berurusan denganmu setelah aku menanyakannya tentang kebingunganku
akan perasaan macam apa yang sedang berdiam dalam hatiku sebelum waktu aku
melihatmu. Dia mengatakan bahwa aku sudah tidak lagi menyukaimu, karena itu dia
memintaku untuk menganggapmu sebagai adik laki-lakiku yang menggemaskan.
Kau tahu betapa
leganya saluran napasku setelah dia mengatakan itu? Pada akhirnya aku bisa
membuktikan bahwa seorang cancer
tidaklah sesetia itu.
Namun pertemuan
itu kembali membuatku kehilangan kendali.
Debaran jenis apa yang dirasakan seseorang yang
tak lagi merasakan cinta?
Haruskah aku
bertanya lagi pada temanku, mengkritiknya bahwa dia memberikan hasil analisa
yang salah tentang perasaanku padamu, dan memaksanya untuk membawaku ke seorang
psikiater hebat yang tak akan salah dalam memberikan pernyataan atau ke seorang
dukun hebat yang akan menyuruhku berhenti untuk menulis segala keluh kesah dan
aibku di blog?
Kau...
Aku
membutuhkanmu.
Tidak bisakah...
setidaknya... kau memberiku penjelasan...? Paling tidak satu paragraf. Atau
kalimat panjang dalam satu tarikan napas. Aku... hanya ingin tahu apa yang
terjadi pada hatimu, pada perasaanmu. Aku ingin tahu alasanmu.
Mengapa kau
bertanya tentang tanggal lahirku, jika ternyata pada akhirnya kau menganggapku
tak pernah ada? Mengapa kau mengajakku berjalan dalam janjimu, jika ternyata
pada akhirnya kau lah yang membuatku tersesat? Mengapa kau membiarkanku
mengejarmu, jika ternyata pada akhirnya kau berlari semakin jauh?
Aku hanya ingin
menghapus tanda tanyaku tentangmu yang terasa berat untuk terus kupikul. Hanya
itu.
Kau...
...dan alasanmu.
▬
▬
No comments:
Post a Comment